Menganalisis
naskah teater “NUN” karya Yondik Tanto dengan Pendekatan Objektif
Disusun oleh:
Nama: Erma Yuliana
NPM: 1302040116
Kelas: V-C Pagi
Fakultas: Keguruan Ilmu Pendidikan
Program Pendidikan: Bahasa dan Sastra
Indonesia
Mata Kuliah: Kajian Drama
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
1.1
Latar Belakang
Dalam makalah ini,
penulis menggunakan pendekatan objektif sebagai pendekatan dalam menganalisis
naskah drama teater NUN. Pendekatan
objektif adalah pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya pada
karya sastra. Pendekatan ini mencoba untuk memaparkan suatu karya sastra secara
struktural. Penulis membahas unsur-unsur intrinsik yang ada di dalam naskah
yaitu tema, alur, latar, tokoh dan penokohan, dan amanat.
1.2
Rumusan Masalah
a.
Apa
yang dimaksud dengan drama?
b.
Apa
yang dimaksud dengan drama kontemporer dan drama konvensional?
c.
Apa
yang dimaksud dengan pendekatan Objektif?
d.
Bagaimana
sinopsis naskah teater “NUN”?
e.
Bagaimana
hasil analisis naskah teater “NUN” dengan pendekatan objektif?
1.3 Tujuan
a.
Untuk
mengetahui mengenai drama.
b.
Untuk
mengetahui mengenai drama kontemporer dan drama konvensional.
c.
Untuk
mengetahui mengenai pendekatan objektif.
d.
Untuk
mengetahui sinopsis naskah teater “NUN”.
e.
Untuk
mengetahui hasil analisis naskah teater “NUN” dengan pendekatan objektif.
BAB II LANDASAN TEORETIS
2.1 Drama
A.
Pengertian
Drama
Kata “Drama”
berasal dari kata “Dramas”, bahasa
Yunani, yang berarti suatu perbuatan atau kumpulan pertunjukkan peri kehidupan
seseorang. Menurut Aristoteles (384-322 sebelum Masehi), drama adalah suatu
tiruan dari suatu perbuatan. Menurut John E. Dietrich, drama adalah suatu
cerita dalam bentuk dialog (antarwacana) tentang konflik (pertentangan)
manusia, diproyeksikan dengan ucapan dan perbuatan dari sebuah panggung kepada
penonton.
Jadi, drama adalah suatu perbuatan
didalamnya terdapat suatu konflik yang dipertunjukkan.
B.
Jenis
Drama
Menurut teori mutakhir, drama ada dua
macam:
1.
Drama
Teater, peristiwa atau kejadian hanya dipertunjukkan di atas panggung gedung
pertunjukkan (teater).
2. Drama
Film dan Drama TV, peristiwa-peristiwa dalam cerita dapat dipertunjukkan pada
tempat kejadian yang sesungguhnya, atau mirip dengan tempat yang sesungguhnya,
berkat kemajuan teknologi dalam dunia film.
3. Drama
TV dibedakan daripada Drama Film, hanya karena terbatasnya waktu dalam acara
pertunjukkan film dalam siaran TV, misalny: 30 menit, 45 menit, atau 60 menit
(1 jam). Lebih dari 1 jam dapat digolongkan dalam drama film, meskipun
mempertunjukkannya lewat TV, bukan dalam gedung teater.
C.
Naskah
Drama
Kita telah mengetahui, bahwa drama bukan
merupakan suatu kehidupan manusia yang sebenarnya, tetapi drama adalah suatu
tiruan dari kehidupan manusia(pendapat aristoteles). Karenanya drama adalah
suatu penyajian ulang dari suatu cerita (kejadian) tentang kehidupan manusia di
atas panggung.
Cara penyajian ulang di atas panggung ini
merupakan suatu seni. Seni penyajian suatu drama (suatu perselisihan manusia)
di atas panggung ini terletak di tangan seorang sutradara. Dalam menyajikan
suatu drama di atas panggung, seorang sutradara terikat oleh suatu naskah drama
(the playwright) atau naskah film (skenario).
Naskah drama adalah suatu cerita drama dalam
bentuk antawacana (dialog) atau dalam bentuk tanya-jawab antar pelaku. Jadi,
drama adalah suatu cerita dalam bentuk antawacana (dialog) ... (defenisi John
E. Dietrich).
Naskah
drama disajikan (diproyeksikan) melalui: antawacana (dialog) dan gerak
(perbuata, action) para [elaku dari sebuah panggung kepada penonton. Jadi,
naskah drama mempunyai dua buah alat: Dialog dan gerak.
Dalam beberapa hal gerak (action) adalah
lebih penting daripada antawacana (dialog); sebab, melihat suatu perbuatan
(kejadian) dapat lebih mudah menangkap jalan ceritanya daripada mendengar
dialog para pelakutentang kejadian itu; ini berlaku dalam Drama Film, yang
bersifat Kino Drama.
Pertunjukkan drama yang baik adalah suatu
pertunjukkan dimana: Perbuatan (action) para pelaku, keadaan dan
perselisihannya dapat diperlihatkan kepada penonton.
2.2 Drama
Konvensional dan Drama Kontemporer
A.
Pengertian
Drama Konvensional
Drama konvensional (sandiwara) adalah drama yang
bertolak dari lakon drama yang disajikan secara konvensional.
B.
Pengertian
Drama Kontemporer
Drama kontemporer (teater mutakhir) adalah drama
yang mendombrak konvensi lama dan penuh pembaruan, ide-ide baru, gagasan baru,
penyajian baru, penggabungan konsep Barat-Timur.
2.3 Pendekatan
Objektif
A.
Pengertian
Pendekatan Objektif
Pendekatan objektif adalah pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan
kajiannya pada karya sastra. Karya
sastra dipandang sebagai tanda, lepas dari fungsi referensial atau mimetiknya.
Karya sastra menjadi tanda yang otonom, yang hubungannya dengan kenyataan
bersifat tidak langsung. Tugas peneliti pertama-tama adalah meneliti struktur
karya sastra yang kompleks pada setiap aspek dan unsur-unsur lainnya. Menurut
strukturalisme, kajian sastra harus berpusat pada karya sastra itu sendiri,
tanpa memperhatikan sastrawan sebagai pencipta atau pembaca sebagai pendapat.
B.
Konsep
Menganalisis suatu
karya sastra dengan pendekatan objektif yaitu dengan cara memperhatikan
unsur-unsur intrinsik karya sastra itu. Unsur-unsur intrinsik terbagi atas:
1.
Alur
Alur adalah rangkaian peristiwa yang terjadi dari
awal hingga akhir cerita. Alur juga bisa diartikan sebagai hubungan ntara
peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain berdasarkan hubungan
sebab-akibat.
Ada tiga jenis
alur, yaitu:
·
Alur
maju yaitu pengarang memulai cerita pada saat cerita itu dimulai hingga cerita
berakhir
·
Alur
mundur yaitu pengarang menceritakan peristiwa sekarang, lalu bercerita tentang
rangkaian peristiwa di masa lalu tentang sebab peristiwa yang terjadi sekarang.
·
Alur
campuran dipaki pengarang dengan mengombinasikan kedua alur, yaitu alur maju
dan alur mundur dalam cerita yang ditulisnya.
2.
Tema
Tema adalah masalah yang menjiwai dan mendasari
cerita secara menyeluruh. Tema dapat ditafsirkan dengan menjawab pertanyaan
tentan apa yang dibicarakan oleh pengarang.
3.
Tokoh
Tokoh
adalah para pelaku peristiwa dalam sebuah cerita. Pada umumnya
tokoh berupa manusia. Namun, tidak
selamanya tokoh berupa manusia. Berdasarkan peran terhadap jalan cerita, ada
tokoh protagonis yaitu tokoh utama cerita yang pertama-tama menghadapi masalah,
tokoh antagonis yaitu tokoh penentang protagonis, dan tokoh tritagonis yaitu
tokoh pembantu, baik membantu protagonis maupun tritagonis.
4.
Latar
Latar adalah tempat, waktu, dan suasana terjadinya
rangkaian peristiwa dalam sebuah cerita.
5.
Amanat
Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang
melalui cerita.
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Sinopsis
Naskah Teater “NUN”
Ketika
manusia kehilangan sumber hidupnya, ia akan merasa seperti bumi
gersang dengan sebatang pohon kering
tanpa daun menunggu mati. Ia melakukan pengembaraan panjang di atas bumi ini,
mencari dan terus mencari dengan segala sisa yang menyangkut harkat dan
martabat manusia.
Moral. Etika adalah sumber hidup paling
dalam yang berakar di nurani. Mampukah kita mencari dan melengkapi semua itu
ketika jiwa menjadi kosong tanpa rasa dan kepedulian yang tinggi.
Semua
yang terjadi di jagad raya ini adalah kuasa-Nya. Alam dan kita merupakan
kesepakatan hidup yang tak dapat dipisahkan. Pohon... binatang mempunyai nyawa
seperti kita, dan kita telah menjadi binatang yang berwujud manusia.
Ketika
manusia kehilangan sumber hidupnya, maka sesuatu akan berubah menjadi liar...
buas dan saling memakan sesama seperti kanibal-kanibal yang lapar.
3.2 Hasil
Analisis Naskah Teater “NUN”dengan
Pendekatan Objektif
a. Alur
Alur yang
terdapat dalam naskah teater NUN
adalah alur maju, yaitu peristiwa yang dialami oleh tokoh tersusun menurut
waktu kejadian secara berurutan.
b. Tema
Tema NUN adalah keserakahan manusia. Dalam
drama ini kita bisa melihat keserakahan manusia melalui percakapan antar tokoh
yang telah kehilangan sumber kehidupannya akibat gagal menjaga alam.
c.
Tokoh
dan penokohan.
Ø
Tokoh
Tokoh-tokoh NUN adalah Lelaki, Perempuan I, dan
Perempuan II.
Tokoh protagonis: Lelaki
Tokoh antagonis:
Perempuan I
Tokoh tritagonis:
Perempuan II
Ø
Penokohan
Perempuan
I : “Ayo kejar dan bawa dia ke
sini.”
Lelaki : “Aku tidak mau ikut campur,
ini urusan perempuan.”
Dari
kutipan di atas, lelaki
memiliki sikap tidak acuh terhadap yang bukan kepentingannya.
Lelaki :
“Kalau hanya sekedar cinta kasih dan sayang bisa ku beri dari sudut kemanusiaan. Tapi aku tidak akan pernah
bisa lagi melahirkan kemurnian itu seperti seorang pemuda yang baru berangkat
dewasa.”
Perempuan I :
“Kenapa?”
Lelaki :
“Kau bukan muhrim ku.”
Dari kutipan di atas, lelaki adalah seorang yang beragama
Lelaki : “Tadi kau menuduh ku mengambil milik
mu.”
Perempuan I :
“Kekeliruan... cuma kekeliruan.”
Dari
kutipan di atas, perempuan I adalah
seorang yang suka menuduh tanpa ada bukti.
Perempuan
II : “Tolong . . . tolong aku aku .
. .”
Perempuan
I : “Perempuan . . ya suara itu .
. . kau mendengarnya?”
Lelaki : “Samar . . .”
Perempuan
I : “Hei, kau jangan tenang-tenang
saja! Kau dengar tidak?!”
Lelaki : “Dengar.”
Perempuan
I : “Ayo kejar dan bawa dia ke
sini.”
Dari
kutipan di atas perempuan I adalah
seorang yang suka menolong.
Perempuan II :
“Berikan aku harapan . . . aku tak kuat, telapak kaki ku luka. Telah
berpulangkah segala sumber yang menyangkut hidup?! Tolong berikan aku jalan
yang benar untuk menuju ke sana. Barangkali aku akan menemukannya, atau hanya
utopia semata.”
Perempuan I :
“Tidak, itu bukan utopia . . . itu adalah kesadaran sebab kau telah lelah dari perjalanan mu yang jauh.”
Dari
kutipan di atas perempuan II memiliki sifat pantang menyerah.
Perempuan
II : “ini cermin. Kepribadian itu
akan jelas tergambar setelah melakukan kesalahan. Aku mencari salah dari
kebenaran dan mungkin aku tak merasa benar dalam kesalahan.”
Dari
kutipan di atas, perempuan II memiliki sikap bijaksana.
d.
Latar
Lelaki : “kenapa bukan nasib yang
meruntuhkan hidup, dan kau telanjangi aku di
bawah terikmu hingga aku tak kehilangan rasa. Ini korban alammmm . . . !
korban dalam pengembaraan yang sia-sia.”
Dari kutipan di atas, latar suasana adalah pada siang hari.
Pelataran luas yang tergambar adalah bumi yang
berlapis debu tebal. Mirip padang tandus atau tempat pemberhentian manusia
akhir zaman.
Tak ada apa-apa, kecuali sebatang pohon kering tanpa
daun menunggu mati.
Dari penjelasan di atas, latar tempat adalah di padang tandus berlapis debu tebal yang
memiliki sebatang pohon kering.
e. Amanat
Alam dan manusia hidup berdampingan.
Manusia membutuhkan alam untuk hidup dan alam juga membutuhkan manusia untuk
berkembang. Tetapi seringkali manusia tidak sadar bila alam telah rusak, maka
bencana akan datang. Seperti yang dituliskan dalam naskah, alam telah hancur
karena ulah manusia dan mereka kehilangan sumber hidupnya. Untuk itu, jagalah
alam ini. Nafsu dan keserakahan untuk memperebutkan harkat dan martabat hanya
membawa malapetaka bagi manusia. Karena bila sumber hidup dari alam telah
musnah, maka kita, manusia, juga akan mati.
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Setelah
menganalisis NUN dengan pendekatan
objektif, penulis menemuakan bahwa tema drama ini adalah keserakahan manusia
dengan mengangkat masalah kehilangan sumber hidup dari alam. Alur drama ini
adalah alur maju. Amanat NUN adalah
kita harus menjaga alam sebaik-baiknya agar sumber kehidupan manusia tidak hilang.
4.2 Saran
Penulis
menyadari terdapat banyak kekurangan dari hasil analisis ini. Penulis
berharap pembaca memberikan kritik dan saran yang
bersifat membangun agar hasil analisi ini dapat bermanfaat bagi orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Sugiyono.2010.Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan
R&D.Bandung:Alfabeta
Gunandi, Tateng
dan Erfi Firmansyah.2008.Bahasa Indonesia.Bogor:Arya
Duta
Prasmadji,
R.H.2008.Teknik Menyutradarai Drama
Konvensional.Jakarta:Balai Pustaka
Siswanto, Wahyudi.2011.Pengantar Teori Sastra. Jakarta:
Grasindo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar